Sabtu, 21 Juli 2012

pengertian zakat dan hukum nya

Ummat Islam adalah ummat yang mulia, ummat yang dipilih Allah untuk mengemban risalah, agar mereka menjadi saksi atas segala ummat. Tugas ummat Islam adlah mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada. Karena itu ummat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Bahwa kenyataan ummat Islam kini jauh dari kondisi ideal, adalah akibat belum mampu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra'du : 11). Potensi-potensi dasar yang dianugerahkan Allah kepada ummat Islam belum dikembangkan secara optimal. Padahal ummat Islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan secara seksama, dirangkai dengan potensi aqidah Islamiyah (tauhid), tentu akan diperoleh hasil yang optimal. Pada saat yang sama, jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah Islamiyahkaum muslimin juga makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan ekonomi akan makin dapat dipersempit.

Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulanagn kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam. Padahal ummat Islam (Indonesia) sebenarnya memiliki potensi dana yang sangat besar.

Terdorong dari pemikiran inilah, kami mencoba untuk menuliskan risalah zakat yang ringkas dan praktis agar dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca. Meskipun kami sadar bahwa rislah ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian kami berharap risalah ini dapat bermanfaat. Koreksi, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan risalah zakat ini

Semoga Allah SWT mengampuni kekurangan dan kesalahan yang ada dalam risalah ini, serta mencatatnya sebagai amal shaleh. Amin
1. Makna Zakat
Menurut Bahasa(lughat), zakat berarti : tumbuh; berkembang; kesuburan atau bertambah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah : 10)

Menurut Hukum Islam (istilah syara'), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al Mawardi dalam kitab Al Hawiy)

Selain itu, ada istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah.

2. Penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an dan As Sunnah
a. Zakat (QS. Al Baqarah : 43)
b. Shadaqah (QS. At Taubah : 104)
c. Haq (QS. Al An'am : 141)
d. Nafaqah (QS. At Taubah : 35)
e. Al 'Afuw (QS. Al A'raf : 199)

3. Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.

4.  Macam-macam Zakat
a. Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah.
b. Zakat Maal (harta).

5. Syarat-syarat Wajib Zakat
a. Muslim
b. Aqil
c. Baligh
d. Memiliki harta yang mencapai nishab

ZAKAT MAAL

1.  Pengertian Maal (harta)
1.1. Menurut bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya
1. 2. Menurut syar'a, harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim).
sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:
a.  Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai
b. Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll.

2. Syarat-syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati
2.1.  Milik Penuh (Almilkuttam)
Yaitu : harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
2.2.  Berkembang
Yaitu : harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang.
2.3. Cukup Nishab
Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara'. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat
2.4.  Lebih Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah)
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum (KHM), misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb.
2.5. Bebas Dari hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat.
2.6.  Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.

3. Harta(maal) yang Wajib di Zakati
3.1. Binatang Ternak
Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung).
3.2.  Emas Dan Perak
Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara' mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara' atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut.
3.3. Harta Perniagaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb.
3.4. Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll.
3.5. Ma-din dan Kekayaan Laut
Ma'din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll.
3.6 Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.


NISHAB DAN KADAR ZAKAT
1. HARTA PETERNAKAN
a. Sapi, Kerbau dan Kuda
Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki sapi (kerbau/kuda), maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh At Tarmidzi dan Abu Dawud dari Muadz bin Jabbal RA, maka dapat dibuat tabel sbb :
Jumlah Ternak(ekor)
Zakat
30-39
1 ekor sapi jantan/betina tabi' (a)
40-59     1 ekor sapi betina musinnah (b)
60-69     2 ekor sapi tabi'
70-79     1 ekor sapi musinnah dan 1 ekor tabi'
80-89     2 ekor sapi musinnah
Keterangan :
a. Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2
b. Sapi berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3

Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor tabi'. Dan jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor musinnah.

b. Kambing/domba
Nishab kambing/domba adalah 40 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 40 ekor kambing/domba maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb :
Jumlah Ternak(ekor)
Zakat
40-120   1 ekor kambing (2th) atau domba (1th)
121-200                2 ekor kambing/domba
201-300                3 ekor kambing/domba
Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor.

c. Ternak Unggas (ayam,bebek,burung,dll) dan Perikanan
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi dihitung berdasarkan skala usaha.
Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5 %

Contoh :
Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu, pada akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sbb:
1.Ayam broiler 5600 ekor seharga
2.Uang Kas/Bank setelah pajak
3.Stok pakan dan obat-obatan
4. Piutang (dapat tertagih)          
Rp 15.000.000
Rp 10.000.000
Rp 2.000.000
Rp 4.000.000
Jumlah 
Rp 31.000.000
5. Utang yang jatuh tempo         
Rp 5.000.000
Saldo    
Rp26.000.000
Besar Zakat = 2,5 % x Rp.26.000.000,- = Rp 650.000
Catatan :
   Kandang dan alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang wajib dizakati.
   Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp 25.000,00 maka 85 x Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,00

d. Unta
Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjtnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah
Berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb:
Jumlah(ekor)
Zakat
5-9
1 ekor kambing/domba (a)
10-14     2 ekor kambing/domba
15-19     3 ekor kambing/domba
20-24     4 ekor kambing/domba
25-35     1 ekor unta bintu Makhad (b)
36-45     1 ekor unta bintu Labun (c)
45-60     1 ekor unta Hiqah (d)
61-75     1 ekor unta Jadz'ah (e)
76-90     2 ekor unta bintu Labun (c)
91-120   2 ekor unta Hiqah (d)
Keterangan:
(a) Kambing berumur 2 tahun atau lebih, atau domba berumur satu tahun atau lebih.
(b) Unta betina umur 1 tahun, masuk tahun ke-2
(c) Unta betina umur 2 tahun, masuk tahun ke-3
(d) Unta betina umur 3 tahun, masuk tahun ke-4
(e) Unta betina umur 4 tahun, masuk tahun ke-5
Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap jumlah itu bertambah 50 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor Hiqah.

2. EMAS DAN PERAK
Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, maka ia telah terkena wajib zakat, yakni sebesar 2,5 %.

Demikian juga segala macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam "emas dan perak", seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga ataupun yang lainnya. Maka nishab dan zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena wajib zakat (2,5 %).
Contoh :
Seseorang memiliki simpanan harta sebagai berikut :
Tabungan
Uang tunai (diluar kebutuhan pokok)
Perhiasan emas (berbagai bentuk)
Utang yang harus dibayar (jatuh tempo)              
Rp 5 juta
Rp 2 juta
100 gram
Rp 1.5 juta
Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram.
Dengan demikian jumlah harta orang tersebut, sbb :
1.Tabungan
2.Uang tunai
3.Perhiasan (10-60) gram @ Rp 25.000   
Rp 5.000.000
Rp 2.000.000
Rp 1.000.000
Jumlah 
Rp 8.000.000
Utang   
Rp 1.500.000
Saldo    
Rp 6.500.000

Besar zakat = 2,5% x Rp 6.500.000 = Rp 163.500,-\
Catatan :
Perhitungan harta yang wajib dizakati dilakukan setiap tahun pada bulan yang sama.

3. PERNIAGAAN
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja danuntung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,- = Rp 2.125.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %

Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila julahnya lebih dari nishab)

Cara menghitung zakat :
Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini :
1. Kekayaan dalam bentuk barang
2. Uang tunai
3.  Piutang

Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak.

Contoh :
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan sbb :

1.Mebel belum terjual 5 set
2.Uang tunai
3. Piutang           
Rp 10.000.000
Rp 15.000.000
Rp 2.000.000
Jumlah 
Rp 27.000.000
Utang & Pajak  
Rp 7.000.000
Saldo    
Rp 20.000.000
Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,-

Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang)

Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2 (dua) cara:

4. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti hotel, taksi, kapal, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %.

5. Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.

4. HASIL PERTANIAN
Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut.

Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras).

Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram / irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%.

Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami zakatnya 5%. Artinya 5% yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan. Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian diairidengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10).

Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya lain seperti pupuk, insektisida, dll. Maka untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem pengairannya).



ZAKAT PROFESI
Dasar Hukum

Firman Allah SWT:
dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian
(QS. Adz Dzariyat:19)

Firman Allah SWT:
Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.
(QS Al Baqarah 267)

Hadist Nabi SAW:
Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu
(HR. AL Bazar dan Baehaqi)

Hasil Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf(generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantra mereka (sesuai dengan ketentuan syara'). Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadimustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.

Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.

Contoh
Akbar adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota Bogor, memiliki seorang istri dan 2 orang anak.
Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000,-.
Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp.625.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 - 625.000) = Rp. 975.000 perbulan.
Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.00 (lebih dari nishab).
Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo.              


Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan.

Harta Lain-lain
1.  Saham dan Obligasi
Pada hakekatnya baik saham maupun obligasi (juga sertifikat Bank) merupakan suatu bentuk penyimpanan harta yang potensial berkembang. Oleh karenannya masuk ke dalam kategori harta yang wajib dizakati, apabila telah mencapai nishabnya. Zakatnya sebesar 2.5% dari nilai kumulatif riil bukan nilai nominal yang tertulis pada saham atau obligasi tersebut, dan zakat itu dibayarkan setiap tahun.
Contoh:
Nyonya Salamah memiliki 500.000 lembar saham PT. ABDI ILAHI, harga nominal Rp.5.000/Lembar. Pada akhir tahun buku tiap lembar mendapat deviden Rp.300,-
Total jumlah harta(saham) = 500.000 x Rp.5.300,- = Rp.2.650.000.000,-
Zakat = 2.5% x Rp. 2.650.000.000,- = Rp. 66.750.000,-       


2. Undian dan kuis berhadiah
Harta yang diperoleh dari hasil undian atau kuis berhadiah merupakan salah satu sebab dari kepemilikan harta yang diidentikkan dengan harta temuan (rikaz). Oleh sebab itu jika hasil tersebut memenuhi kriteria zakat, maa wajib dizakati sebasar 20% (1/5)
Contoh:
Fitri memenangkan kuis berhadiah TEBAK OLIMPIADE berupa mobil sedan seharga Rp.52.000.000,- dengan pajak undian 20% ditanggung pemenang.
Harta Fitri = Rp.52.000.000,- -Rp.10.400.000,- = Rp.41.600.000,-
Zakat = 20% x Rp.41.600.000,- = RP.8.320.000,-


3. Hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran
Harta yang diperoleh dari hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran, dapat dikategorikan dalam dua macam:

1. Penjualan rumah yang disebabkan karena kebutuhan, termasuk penggusuran secara terpaksa , maka hasil penjualan (penggusurannya) lebih dulu dipergunakan untuk memenuhi apa yang dibutuhkannya. Apabila hasil penjualan (penggusuran) dikurangi harta yang dibutuhkan jumlahnya masih melampaui nishab maka ia berkewajiban zakat sebesar 2.5% dari kelebihan harta tersebut.
Contoh:
Pak Ahmad terpaksa menjual rumah dan pekarangannya yang terletak di sebuah jalan protokol, di Jakarta, sebab ia tak mampu membayar pajaknya. Dari hasil penjualan Rp.150.000.000,- ia bermaksud untuk membangun rumah di pinggiran kota dan diperkirakan akan menghabiskan anggaran Rp.90.000.000,- selebihnya akan ditabung untuk bekal hari tua.
Zakat = 2.5% x (Rp.150.000.000,- - Rp.90.000.000,-)
= Rp.1.500.000,-

2. Penjualan rumah (properti) yang tidak didasarkan pada kebutuhan maka ia wajib membayar zakat sebesar 2.5% dari hasil penjualannya.

Hikmah Zakat
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, trasendental dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan ummat manusia, terutama Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, baik yng berkaitan dengan Sang Khaliq maupun hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia, antara lain :

1. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah papa dengan materi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.Dengan kondisi tersebut mereka akan mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT

2. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang di sekitarnya berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya.

3. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, emurnikan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati.

4. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: Ummatn Wahidan (umat yang satu), Musawah (persamaan derajat, dan dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan Takaful Ijti'ma (tanggung jawab bersama)

5. Menjadi unsur penting dalam mewujudakan keseimbanagn dalam distribusi harta (sosial distribution), dan keseimbangan tanggungjawab individu dalam masyarakat

6. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan ummat dan bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah

7. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir bathin. Dalam masyarakat seperti itu takkan ada lagi kekhawatiran akan hidupnya kembali bahaya komunisme 9atheis) dan paham atau ajaran yang sesat dan menyesatkan. Sebab dengan dimensi dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kapitalisme dan sosialisme dengan sendirinya sudah terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji Allah SWT, akan terciptalah sebuah masyarakat yang baldatun thoyibun wa Rabbun Ghafur. Syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan berlimpah nikmat dan akrunia-Nya. Sholawat dan salam, semoga tercurahkan kepada baginda Muhammad Rasullah s.a.w dan orang-orang yang senantiasa mengikuti ajaran hidupnya.
Nikmat dan anugerah yang diberikan Allah SWT, hendaknya kita syukuri dengan terus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita. Dan salah sati aplikasi keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT adalah dengan menunaikan zakat, baik zakat fitrah maupun zakat maal ( harta ).
Zakat sebagai pembersih jiwa menjadi sarana penting bagi manusia untuk memperoleh kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Sebagaimana Firman Allah SWT : " Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu ( menjadi ) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan allah MahaMendengar lagi Maha Mengetahui ". ( Q.S At-Taubah : 103 ).
Dengan zakat penghambaan manusia kepada harta duniawi bisa dieliminasi. Pemahaman inilah yang perlu disosialisasikan kepada masyarakat luas. Oleh karena itu, kehadiran Zakat Center Thoriqotul Jannah menjadi salah satu komponen penting bagi pengembangan pemahaman masyarakat terhadap Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf. Dana dengan program - program produktif yag digagas dan digulirkan oleh lembaga saat ini, diharapkan bisa menjadi solusi permasalhan umat yang kian beragam.
KH. Syarief Muhammad bin Syech (Kang Ayip Muhammad)
readmore »»  

Jumat, 20 Juli 2012

DIALOG IMANI DAN SAPAAN UKHUWAH

DIALOG IMANI DAN SAPAAN UKHUWAH

Saudaraku…

Suatu kali, kala suasana sepi jauh dari keramaian manusia, terjadi dialog menarik di antara dua sahabat senior; Utsman bin Affan dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Kebersamaan adalah suasana yang selalu dirindukan oleh keduanya. Ada banyak kesamaan di antara kedua sahabat ini. Sama-sama masuk Islam lewat tangan Abu Bakar. Keduanya juga termasuk sepuluh sahabat yang telah mendapat tiket masuk surga dari Nabi saw dan keduanya tergolong assabiqunal awwalun (kelompok sahabat pertama yang memeluk Islam) dari kalangan muhajirin. Dan kedua-duanya mendapat gelar khusus dari Nabi saw.

Utsman ra digelari Dzun Nurain ‘pemilik dua cahaya’ karena ia menikahi dua puteri Rasulullah saw; Ruqayyah dan Ummi Kultsum.

Sedangkan Abu Ubaidah bergelar “Aminu hadzihil ummah” pemegang amanah atau kepercayaan umat ini. Hubungan keduanya pun sangat dekat laksana saudara kandung.

Hasan Zakaria Falaifil dalam bukunya “Tharaif wa mawaqif min at tarikh al Islami” pernah menukil dialog dua sahabat agung ini.

Abu Ubaidah berkata, “Aku memiliki tiga point penting yang menjadi kelebihanku atasmu.”

Utsman berkata, “Apa saja ketiga hal itu?.”

Pertama; saat bai’atur ridhwan dilakukan, aku turut berbai’at bersama sahabat lain ketika itu sedangkan engkau tidak.”

Kedua, aku mengikuti perang Badar, sedangkan engkau tidak.”

Ketiga, aku termasuk orang yang tsabat berada di sisi Nabi saw sewaktu perang Uhud, sedangkan engkau termasuk orang yang lari tunggang langgang.”

Saudaraku..

Apakah Utsman tersinggung dan marah mendengar penuturan Abu Ubaidah ini? Apakah hatinya terluka? Apakah terlintas di hatinya perasaan dendam? Ternyata tidak, karena hatinya sebening embun pagi.

Jika kita yang tersudutkan semacam ini, tentu wajah kita berubah menjadi merah padam karena menahan marah yang membuncah. Tapi Utsman tidak demikian. Wajahnya tetap tenang dan santun seperti rembulan. Justru seulas senyum tampak menghiasi wajahnya, lalu ia berkata, “Apa yang engkau katakan adalah benar, aku tidak mengingkari ucapanmu.”

Namun Utsman perlu memberikan argumentasi perihal ketidak hadirannya di tiga moment yang sangat krusial itu.

Utsman berkata,

Pertama, sewaktu terjadi bai’atur ridhwan, aku sedang menjalankan tugas dari Nabi saw. Dan bukankah bai’at itu dilakukan untuk membelaku?.” (karena sempat tersebar issu bahwa Utsman telah dibunuh oleh kaum musyrikin Mekkah).

Kedua; ketika terjadi perang Badar, aku diminta Nabi saw menjadi walikota Madinah sementara menggantikan beliau yang memimpin pasukan Badar. Demikian pula aku diamanahi untuk merawat puteri beliau Ruqayyah (istriku) yang saat itu sakit parah hingga ia wafat dan aku juga yang menguburkannya.

Sedangkan ketiga; ketidak tsabatan-ku berada di sisi Nabi saw di perang Uhud, karena setan telah menggelincirkan aku dan kekhilafanku telah Allah Swt maafkan seperti termaktub dalam firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu (perang Uhud), hanya saja mereka digelincirkan oleh setan disebabkan kesalahan yang telah mereka perbuat di masa lampau. Dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kesalahan mereka.” Ali Imran: 155.

Saudaraku..

Hidup di bawah naungan ukhuwah membuat dunia kita menjadi sangat berwarna dan dihiasi lukisan pelangi. Tanpa kehadiran saudara-saudara kita di jalan Allah, maka hidup terasa hampa tak bermakna. Perjalanan hidup terasa berat. Langkah kaki pun teramat kaku untuk diayunkan. Terlebih karena ukhuwah itu akan menyempurnakan kebahagiaan kita di akherat sana.

Persaudaraan Islam merupakan nikmat terbesar yang Allah Swt karuniakan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Karenanya dua suku terbesar di Madinah yang telah bermusuhan selama lebih dari dua ratus tahun yakni Aus dan Khazraj, kembali bersatu dan bersaudara di bawah panji iman. Allah menyebut, hidup di bumi yang kering dari siraman ukhuwah imaniyah adalah seperti orang yang berada di tepi jurang neraka. (lihat; Ali Imran: 103). Sungguh mengerikan.

Bahkan Allah menyebut, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” Al Hujurat: 10.

Artinya ukhuwah menjadi tolok ukur keimanan kita. Baik buruknya iman kita, berbanding lurus dengan baik buruknya ukhuwah yang kita bingkai dalam kehidupan kita.

Salah satu racun ukhuwah, yang dapat melepaskan ikatan persaudaraan Islam dari kehidupan kita adalah su’uzhan, berburuk sangka kepada orang lain. Dan dari sikap su’uzhan akan melahirkan tajassus (mengintai kesalahan dan kekurangan saudaranya) dan begitu seterusnya ia akan mengalirkan dosa-dosa lainnya.

Apa yang dilakukan oleh Abu Ubaidah terhadap Utsman, bukan karena ia merasa dirinya lebih baik dari menantu Nabi saw itu. Bukan pula karena ia merendahkan kwalitas amal shalihnya. Tidak pula dipicu oleh perasaan su’uzhan terhadapnya.

Tapi lebih kepada sapaan ukhuwah. Tegur sapa dari seorang saudara yang mencintainya karena Allah Swt. Didasari perasaan ingin selalu berdekatan dengan sahabat yang dikenal dengan rasa malunya yang besar sehingga para malaikat pun malu terhadapnya. Lebih kepada at tasabuq fil khairat, berlomba-lomba mengukir prestasi kebaikan. Lebih kepada mengenang momentum kebaikan yang tak terlupakan dalam hidup.

Oleh karena itu, jika ada salah seorang saudara kita, yang terlambat menghadiri pengajian rutin pekanan atau bahkan tak muncul hingga acara kelar. Atau mereka terlambat membayar hutang. Atau ada yang terlambat nikah dan seterusnya. Kita tidak boleh ber-su’uzhan terhadap mereka. Hindari prasangka dan sempatkan waktu untuk klarifikasi. Barang kali ada persoalan yang membutuhkan uluran tangan dari kita untuk memecahkan masalahnya.

Saudaraku..

Terkait dengan harga BBM yang akan dinaikan oleh pemerintah beberapa hari ke depan sementara rakyat menjerit dalam kemiskinan. Atau tertangkapnya anak pejabat yang mengkonsumsi narkoba. Atau salah seorang Kapolsek yang tertangkap basah sedang menikmati sabu-sabu. Atau terdeteksinya rekening gendut PNS, badai kemelut yang terus menerpa PSSI dan kasus-kasus lainnya. Apakah kita dilarang su’uzhan dalam persoalan ini? Tampaknya itu adalah fakta yang tak terbantahkan. Wajah gelap yang menyelimuti negeri kita di area dan wilayah basah. Bisa jadi bukan lagi masuk dalam bab prasangka.

Saudaraku..

Apa yang dapat kita kenang dari prestasi kebaikan kita? Wallahu a’lam bishawab.

Sumber: Status Ustadz Abu Ja’far
readmore »»  

Do’a Yang Selalu Terkabul

Do’a Yang Selalu Terkabul

Dikisahkan bahwa, sekali waktu Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah bepergian untuk suatu keperluan sampai kemalaman di sebuah kampung. Karena tidak ingin merepotkan siapapun, beliaupun mampir ke sebuah masjid kecil untuk shalat sekaligus berniat bermalam disana.

Seusai shalat dan ketika hendak merebahkan tubuh tua beliau di masjid kecil tersebut guna melepaskan sedikit kepenatan malam itu, tiba-tiba sang penjaga masjid datang dan melarang beliau tidur di dalamnya. Sang penjaga tidak mengetahui bahwa, yang dihadapainya adalah seorang ulama besar. Sementara Imam Ahmad juga tidak ingin memperkenalkan diri kepadanya. Beliau langsung keluar dan berpindah ke teras masjid dengan niat beristirahat disana. Namun sang penjaga tetap saja mengusir beliau secara kasar dan bahkan sampai menarik beliau ke jalanan.

Tapi taqdir Allah, tepat saat Imam Ahmad sedang kebingungan di jalan itu, melintaslah seseorang, yang ternyata berprofesi sebagai pembuat dan penjual roti. Akhirnya dia menawari dan mengajak beliau untuk menginap di tempatnya, juga tanpa tahu bahwa, tamunya ini adalah Imam Ahmad bin Hambal.

Ketika sampai di rumahnya, sang lelaki baik hati itupun segera mempersiapkan tempat bermalam untuk Imam Ahmad dan mempersilahkan beliau agar langsung istirahat. Sedangkan dia sendiri justru mulai bekerja dengan menyiapkan bahan-bahan pembuatan roti yang akan dijualnya esok hari.

Ternyata Imam Ahmad tidak langsung tidur, melainkan malah memperhatikan segala gerak gerik sang pembuat roti yang menjamu beliau. Dan ada satu hal yang paling menarik perhatian beliau dari lelaki ini. Yakni ucapan dzikir dan doa istighfar yang terus meluncur dari mulutnya tanpa putus sejak awal ia mulai mengerjakan adonan rotinya.

Imam Ahmad merasa penasaran lalu bertanya: Sejak kapan kamu selalu beristighfar tanpa henti seperti ini? Ia menjawab: Sejak lama sekali. Ini sudah menjadi kebiasaan rutin saya, hampir dalam segala kondisi. Sang Imam melanjutkan pertanyaan beliau: Lalu apakah kamu bisa merasakan adanya hasil dan manfaat tertentu dari kebiasaan istighfarmu ini? Ya, tentu saja, jawab sang tukang roti dengan cepat dan penuh keyakinan. Apa itu, kalau boleh tahu?, tanya Imam Ahmad lagi.

Iapun menjelaskan seraya bertutur: Sejak merutinkan bacaan doa istighfar ini, saya merasa tidak ada satu doapun yang saya panjatkan untuk kebutuhan saya selama ini, melainkan selalu Allah kabulkan, kecuali satu doa saja yang masih belum terijabahi sampai detik ini?

Sang Imam semakin penasaran dan bertanya: Apa gerangan doa yang satu itu? Si lelaki saleh inipun melanjutkan jawabannya dan berkata: Ya, sudah cukup lama saya selalu berdoa memohon kepada Allah untuk bisa dipertemukan dengan seorang ulama besar yang sangat saya cintai dan agungkan. Beliau adalah Imam Ahmad bin Hambal!

Mendengar jawaban dan penjelasan terakhir ini, Imam Ahmad terhenyak dan langsung bangkit serta bertakbir: Allahu Akbar! Ketahuilah wahai Saudaraku bahwa, Allah telah mengabulkan doamu!

Disini gantian Pak pembuat roti yang kaget dan penasaran: Apa kata Bapak? Doaku telah dikabulkan? Bagaimana caranya? Dimana saya bisa menemui Sang Imam panutan saya itu?

Selanjutnya Imam Ahmad menjawab dengan tenang: Ya. Benar, Allah telah mengijabahi doamu. Ternyata semua yang aku alami hari ini, mulai dari kemalaman di kampungmu ini, diusir sang penjaga masjid, bertemu dengan kamu di jalanan, sampai menginap di rumahmu sekarang ini, rupanya itu semua hanya merupakan cara Allah untuk mengabulkan doa hamba-Nya yang saleh. Ya, orang yang sangat ingin kamu temui selama ini telah ada di rumahmu, dan bahkan di depanmu sekarang. Ketahuilah wahai lelaki saleh, aku adalah Ahmad bin Hambal…!

Dan tentu setiap kita sudah bisa membayangkan, apa yang mungkin terjadi dan dilakukan oleh sang tukang roti saleh tersebut setelah itu…!

Rahimahumallahu rahmatan wasi’ah…!

Semoga Allah merahmati keduanya dengan rahmat yang seluas-luasnya…!

(Di sadur dari status FB Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri MA)
readmore »»  

CIRI CIRI ORANG YANG MUSTAJAB DOA NYA

Siapa saja yang doanya mustajab ?

1. Setiap muslim yang berdoa bagi saudaranya sesama muslim dari kejauhan. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Tidak seorang muslimpun berdoa dari kejauhan untuk saudaranya muslim lainnya, melainkan malaikat “petugas/penjaga” akan berucap: Aamiin, dan engkaupun akan mendapatkan yang seperti (isi doamu) itu pula” (HR. Muslim dari sahabat Abud-Darda’ ra.).

2. Doa orang yang terdzalimi/teraniaya. 
Salah satu pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabat Mu’adz bin Jabal ra. saat diutus untuk berdakwah ke Yaman ialah sabda beliau (yang artinya): “Dan waspadalah terhadap doa orang yang terdzalimi. Karena tidak ada hijab penghalang antara doanya itu dan Allah” (HR. Al-Bukhari).

3. Doa seorang musafir.

4. Doa orang tua untuk anaknya,
 berupa doa baik atau doa buruk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Ada tiga doa yang mustajab, tanpa keraguan didalamnya: Doa orang yang terdzalimi, doa seorang musafir, dan doa orang tua untuk anaknya” (HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Al-Albani).

5. Doa anak yang saleh untuk kedua orang tuanya.
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Apabila seseorang meninggal, maka terputuslah (pahala) amalnya, kecuali dari tiga jalur amal: amal sedekah jariyah, ilmu yang tetap dimanfaatkan, dan anak saleh yang mendoakannya” (HR. Muslim).Dan di dalam hadits lain: “Sesungguhnya Allah akan meninggikan derajat seorang hamba yang saleh di Surga, sampai sang hamba itu berkata: Ya Rabbi, bagaimana aku bisa mendapatkan derajat setinggi ini? Maka Allah menjawab: Itu berkat doa istighfar putramu untukmu!” (HR. Ahmad, dan sanadnya dishahihkan oleh Ibnu Katsir).

6. Doa orang yang sedang berpuasa sampai berbuka.

7. Doa pemimpin yang adil
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Tiga orang yang doanya tidak tertolak adalah: orang yang sedang berpuasa sampai berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang terdzalimi/teraniaya. Allah mengangkatnya ke atas awan, dibukakan baginya pintu-pintu langit, dan Allah berfirman (yang artinya): “Demi keagungan-Ku, pasti Aku akan menolongmu meski setelah beberapa waktu” (HR. At-Tirmidzi dan lainnya, dan dishahihkan oleh Al-Albani).

8. Doa orang mudhtharr (yang sedang dalam kesulitan, terhimpit, terdesak atau kepepet). 
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Atau siapakah (selain Allah) yang mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan…?” (QS. An-Naml: 62).

9. Orang yang tidur dalam kedaan suci 
(berwudhu, insya-allah termasuk yang dalam keadaan junub dan berhalangan sekalipun) dan berdzikir kepada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Tidak seorang muslimpun tidur malam dengan berdzikir kepada Allah dan dalam keadaan suci (berwudhu dan berdzikir sebelum tidur), lalu terbangun pada malam hari dan berdoa kepada Allah memohon kebaikan dunia dan akherat, melainkan Allah akan memberikan kepadanya apa yang dipintanya itu” (HR. Abu Dawud dan Ahmad, serta dishahihkan oleh Al-Albani).

10. Orang yang berdoa dengan wasilah doa Nabi Yunus ‘alaihis-salam.
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Doa Dzun-Nun (Nabi Yunus as.) yang dibaca saat berada di dalam perut ikan ialah: “La ilaha illa Anta, subhanaka, inni kuntu minadz-dzalimin” [Tiada tuhan yang berhak diibadahi secara benar kecuali hanya Engkau. Maha sucilah Engkau. Sesungguhnya aku termasuk golongan orang-orang yang dzalim/aniaya] – QS. Al-Anbiyaa’: 87-88). Sesungguhnya tidak seorang muslimpun berdoa dengan wasilah doa tersebut dalam hal apapun, kecuali Allah akan mengabulkannya” (HR. At-Tirmdzi dan lainnya dari sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash ra, dan dishahihkan oleh Al-Albani).

11. Doa orang yang berdzikir saat terbangun di tengah malam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa terbangun di tengah malam lalu membaca dzikir ini: La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu, wa Huwa ‘ala kulli syai-in qadir. Alhamdu lillah, wa subhanallah, wa la ilaha illallah, wallahu akbar, wa la haula wa la quwwata illa billah (Tiada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah satu-satu-Nya, tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya seluruh kerajaan/kekuasaan dan bagi-Nya segala puji. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maha Suci Allah. Tiada tuhan yang benar kecuali Allah. Allah Maha Besar. Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah). Kemudian ia membaca istighfar: Allahummaghfirli (ya Allah ampunkanlah daku), atau berdoa dengan doa apapun. (Barangsiapa yang membaca dzikir tersebut lalu berdoa), maka doanya akan dikabulkan. Sedangkan yang lebih semangat lagi, lalu berwudhu (dan shalat), maka shalatnya diterima” (QS. Al-Bukhari).

12. Doa jamaah haji.

13. Doa jamaah umrah.

14. Doa mujahid yang berperang di jalan Allah. 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Mujahid yang berperang di jalan Allah, jamaah haji dan jamaah umrah, adalah tamu Allah. Dia (Allah) mengundang mereka (untuk berjihad, berhaji dan berumrah), lalu merekapun menyambut undangan. Maka jika mereka berdoa memohon kepada-Nya, Dia-pun akan memenuhi doa permohonan mereka” (HR. Ibnu Majah dan dihasankan oleh Al-Albani).

15. Doa ahli dzikir (orang yang banyak berdzikir kepada Allah). 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Tiga orang yang (termasuk) doanya tidak tertolak adalah: orang yang banyak berdzikir kepada Allah, doa orang yang terdzalimi, dan pemimpin yang adil” (HR. Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani, dan dihasankan oleh Al-Albani).

16. Doa waliyyullah 
(seorang mukmin yang telah sampai derajat dicintai oleh Allah karena derajat ketaatan dan kesalehannya yang tinggi serta istimewa). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman (dalam hadits qudsi – yang artinya): “Barangsiapa yang memusuhi seorang wali-Ku, maka Aku-pun memusuhinya. Dan tiada cara taqarrub (pendekatan diri) kepada-Ku yang lebih Aku sukai selain dengan melakukan apa-apa yang Aku wajibkan. Dan (setelah yang wajib dan fardhu itu) hamba-Ku akan terus ber-taqarrub kepada-Ku melalui amal-amal nafilah (sunnah), sampai Aku mencintainya. Dan jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengaran untuk ia mendengar, penglihatan untuk ia melihat, tangan untuk ia beraktifitas, dan kaki untuk ia berjalan. Apabila ia meminta kepada-Ku, pasti Aku penuhi permintaannya, dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku, pasti Aku lindungi…” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah ra.).

17. Selain itu sebenarnya setiap muslim atau muslimah siapapun dia tetap berpotensi doanya juga mustajab, selama syarat-syarat pengkabulannya terpenuhi, serta unsur-unsur penghalangnya terhindari. Apalagi jika ditepatkan dengan faktor-faktor pengijabahan doa, seperti waktu-waktu mustajab, tempat-tempat mustajab, situasi-situasi dan kondisi-kondisi mustajab, dan lain-lain. Perhatikan misalnya beberapa contoh firman Allah Ta’ala dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini:

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang (siapapun dia) yang berdoa apabila ia (benar-benar) berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam petunjuk” (QS. Al-Baqarah: 186).

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan (doa) bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong diri dari beribadah (berdoa) kepada-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Al-Mukmin/Ghaafir: 60).

“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah ra.).

“Doa seorang hamba senantiasa akan dikabulkan selama ia tidak berdoa untuk perbuatan dosa ataupun untuk memutuskan tali silaturahim dan tidak tergesa-gesa.” Seorang sahabat bertanya; ‘Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan tergesa-gesa? ‘ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Yang dimaksud dengan tergesa-gesa adalah apabila orang yang berdoa itu mengatakan; ‘Aku telah berdoa dan terus berdoa tetapi tidak kunjung dikabulkan juga’. Setelah itu, iapun merasa putus asa (mutung) dan tidak mau berdoa lagi.’ (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra.).

“Tidak ada seorang muslimpun yang berdoa dengan suatu doa yang tidak mengandung dosa atau pemutusan tali silaturrahim, kecuali Allah akan memberinya tiga kemungkinan; disegerakan pengabulan doanya (di dunia ini), atau disimpan pahalanya baginya (untuk diberikan) di akhirat kelak, atau ia dijauhkan dari keburukan yang setara nilainya (dengan yang dipinta)”. Para sahabat berkata: “Jika demikian kita perbanyak (berdoa yang banyak) saja”, beliau bersabda: “Allah memiliki yang lebih banyak (sebagai balasan dan pengkabulan” (HR. Ahmad dan Al-Hakim).

Oleh:Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA
readmore »»  

Selasa, 17 Juli 2012

AMAL-AMAL PENGHAPUS DOSA


AMAL-AMAL PENGHAPUS DOSA
Disadari atau tidak, yang jelas dan pasti bahwa, beban terbesar dan terberat dalam diri dan hidup setiap kita, adalah kemaksiatan-kemaksiatan dan dosa-dosanya yang menggunung. Allah Ta’ala berfirman yang ditujukan secara khusus kepada Baginda Sayyidina Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam (yang artinya): “Dan (bukankah) telah Kami lepaskan darimu (beban) dosamu, yang memberatkan (membebani) punggungmu” (QS. Al-Insyiraah: 2-3).

Nah, jika “dosa” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang kita yakini sebagai manusia tanpa dosa saja (mungkin hanya sekadar dan sebatas rasa bersalah dan berdosa) , tetap bisa membebani dan memberatkan punggung beliau, lalu bagaimana dengan beban dosa-dosa kita yang pastinya riil dan tak terbilang? Tentu saja sangat luar biasa besar dan beratnya sampai tak terbayangkan, hanya saja kebanyakan kita tidak cukup menyadarinya!

Oleh karena itu, salah satu kebutuhan asasi kita sebagai orang beriman, sebenarnya adalah bagaimana bisa terbebaskan dan terlepaskan dari beban-beban terbesar dan terberat itu. Dimana hal itu tiada lain hanyalah dengan terhapuskannya kemaksiatan-kemaksiatan dan dosa-dosa kita. Sedangkan sarana utama penghapus itu adalah amal saleh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “…dan ikutilah perbuatan buruk itu dengan amal kebaikan yang akan menghapuskannya…” (HR. At-Tirmidzi)

Maka pada prinsipnya, setiap amal saleh sebenarnya berpotensi untuk menjadi faktor dan sarana penghapus serta penebus dosa! Namun ternyata, disaat yang sama, terdapat beberapa bentuk dan jenis amal tertentu yang lebih istimewa sebagai wasilah utama pelebur dosa. Dan berikut ini sebagiannya:

1. Tobat dengan taubatan nashuha dan banyak-banyak beristighfar. Ini merupakan amal yang menjadi sarana paling utama bagi penghapusan dosa. Oleh karena itu perintah, seruan dan anjuran untuk bertobat dan beristighfar ini, tersebar di banyak ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan bertobatlah kalian semuanya kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung dan berjaya” (QS. An-Nuur: 31). Di dalam ayat lain: “Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kalian kepada Allah dengan cara taubatan nashuha (tobat yang benar-benar murni dan tulus)…” (QS. At-Tahriim: 8). Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Sungguh aku beristighfar dan bertobat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali” (HR. Al-Bukhari).Dalam riwayat lain: “Wahai umat manusia, bertobatlah kepada Allah. Sungguh aku bertobat kepada Allah dalam sehari seratus kali” (HR. Muslim). Sementara itu Allah menjamin dan menjanjikan untuk menerima tobat setiap orang yang bertobat dengan sebenar-benarnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang bertobat sebelum terbitnya matahari dari barat, maka Allah akan menerima tobatnya” (HR. Muslim).

2. Wudhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa berwudhu dengan cara yang sempurna, maka dosa-dosanya akan keluar dari tubuhnya, sampai (ada yang) keluar dari kuku-kukunya” (HR. Muslim). Dan dalam riwayat lain: “Apabila seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu lalu membasuh wajahnya, maka langsung gugurlah dari wajahnya setiap dosa akibat pandangan matanya, bersama air atau bersama tetes terakhir dari air (bekas basuhan wajah). Dan ketika ia membasuh kedua tangannya, maka langsung gugurlah dari kedua tangannya setiap dosa yang telah diperbuat kedua tangan itu, bersama air atau bersama tetesan terakhir air (bekas basuhan tangan), sampai ia bersih dari dosa-dosa. Dan saat ia membasuh kedua kakinya, maka akan gugurlah setiap dosa akibat langkah kedua kakinya, bersama air atau bersama tetes terakhir dari air (bekas basuhan kaki)” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

3. Shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Bagaimana menurut kalian, sendainya ada sebuah sungai (dengan airnya yang sangat jernih) di depan pintu rumah seseorang dari kalian. Dimana ia selalu mandi di sungai itu 5 kali setiap harinya, apakah mungkin masih akan tersisa kotoran di tubuhnya meskipun hanya sedikit? Mereka (para sahabat) pun menjawab: Tentu saja tidak akan tersisa sedikitpun kotoran di tubuhnya! Beliaupun lalu bersabda: “Nah, begitulah perumpamaan shalat lima waktu. Dengannya Allah akan menghapus dosa-dosa” (HR. Muttafaq ‘alaih).

4. Langkah kaki menuju masjid untuk shalat berjamaah.

5. Semangat menunggu dari satu shalat ke shalat yang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Maukan kalian aku beritahu tentang amal yang dengannya Allah akan menghapus dosa-dosa dan meninggikan derajat? Mereka (para sahabat) menjawab spontan: Tentu saja mau ya Rasulallah. Beliau kemudian melanjutkan sabdanya: “Yaitu menyempurnakan wudhu meskipun dalam kondisi berat, banyaknya langkah menuju masjid, dan semangat menunggu dari satu shalat ke shalat berikutnya. Itulah ribath (berjaga-jaga di pos jihad) yang sebenarnya! Itulah ribath yang sebenarnya” (HR. Muttafaq ‘alaih).

6. Puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar keimanan dan pengharapan akan pahala, maka akan diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Muttafaq ‘alaih). Sebagaimana hadits-hadits lain juga menegaskan bahwa, puasa sunnah hari Arafah dan puasa ‘Asyura’ memiliki fadhilah istimewa sebagai penghapus dosa-dosa yang telah lalu dan yang akan datang.

7. Qiyam Ramadhan (Shalat sunnah tarawih). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa melakukan shalat qiyam Ramadhan (tarawih)atas dasar keimanan dan pengharapan akan pahala, maka akan dihapuskan dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Muttafaq ‘alaih).

8. Qiyam Lailatul qadr (qiyamullail pada malam lailatul qadr). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa melakukan qiyamullail (tarawih) pada malam lailatul qadar, atas dasar keimanan dan pengharapan akan pahala, maka akan dihapuskan dosa-dosanya yang telah lalu” (QS. Muttafaq ‘alaih).

9. Umrah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Umrah satu ke umrah yang lainnya menjadi penebus dosa-dosa antara keduanya. Adapun haji yang mabrur, maka tiada balasan (yang pantas) atasnya kecuali Surga” (HR. Muslim).

10. Haji. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa berhaji ke Baitullah ini, lalu tidak melanggar larangan (haji) dan tidak berbuat dosa maksiat, maka ia akan kembali bersih dari dosa, seperti saat baru dilahirkan oleh ibunya” (HR. Muttafaq ‘alaih).

11. Sedekah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Sedekah itu akan memadamkan (menghapuskan) dosa, sebagaimana air memadamkan api” (HR. At. Tirmidzi).

12. Dzikrullah (dzikir kepada Allah) Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Maukah kalian Aku beritahu tentang amal yang paling baik untuk kalian, yang paling suci bagi Raja (Tuhan) kalian, yang paling utama untuk meninggikan derajat kalian, dan yang lebih baik bagi kalian daripada berinfak emas dan perak, bahkan yang lebih baik bagi kalian daripada bertemu musuh (dalam perang jihad) sampai kalian berhasil membunuh mereka atau mereka yang justru membunuh kalian? Mereka (para sahabat) menjawab: Tentu saja kami mau tahu ya Rasulallah! Dan Beliaupun lalu bersabda: “(Amal itu adalah) dzikrullah (berdzikir kepada Allah) Ta’ala” (HR. At. Tirmidzi). Dan sebagai contoh efektifnya dzikir sebagai pelebur dosa, misalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda (yang artinya): “Barangsiapa berucap dzikir “Subhanallahi, wa bihamdihi” (Maha Suci Allah, Dan Maha Terpujilah Dia”, dalam sehari seratus kali, maka akan dihapuskan dosa-dosanya, meskipun sebanyak buih lautan” (HR. Muttafaq ‘alaih).

13. Bersabar terhadap musibah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Tiada satu musibahpun yang menimpa seorang muslim, baik berupa kepenatan, kepedihan, kegundahan, kesedihan, gangguan, maupun kesusahan, termasuk duri yang mengenainya, melainkan dengan semuanya itu Allah akan menghapuskan dosa-dosanya” (HR. Al-Bukhari).

14. Berucap syahadat dan dzikir seusai mendengar kumandang adzan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang ketika (seusai) mendengar muadzin, mengucapkan: “Asyhadu allaa ilaaha illallahu wahdahu laa syariika lah, wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh. Radhiitu billahi rabbaa, wa bi-Muhammadin rasuulaa, wa bil-Islami diinaa” (Aku bersaksi bahwa, tiada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah, satu-satu-Nya, tiada sekutu bagi-Nya. Dan bahwa, Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Aku ridha Allah sebagai tuhan, Muhammad sebagai rasul, dan Islam sebagai agama). (Barangsiapa yang membaca dzikir tersebut), maka akan diampunkan dosa-dosanya” (HR. Muslim).

15. Shalat dua rakaat setelah terpeleset dalam sebuah dosa (shalat tobat). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Tidak ada seorang hambapun yang melakukan suatu dosa, lalu bersuci (berwudhu) dengan sempurna, dan shalat dua rakaat, kemudian beristighfar memohon ampun kepada Allah, melainkan akan diampunkan” (HR. Abu Dawud).

16. Dakwah di jalan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiaapa mengajak kepada suatu petunjuk (kebaikan), maka ia akan mendapakan pahala atas ajakannya itu, dan juga pahala lain yang sama seperti pahala orang-orang yang mengikuti petujuk kebaikan tersebut, tanpa mengurangi sedikitpun dari paahala mereka” (HR. Muslim).

17. Membezuk orang sakit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Tiada seorang muslimpun yang membezuk sesama muslim yang sedang sakit pada pagi hari, melainkan ada 70.000 malaikat yang mendoakannya sampai petang. Dan jika membezuknya pada sore hari, maka akan ada pula 70.000 malaikat yang memohonkan rahmat untuknya sampai esok pagi. Dan ia akan mendapatkan sebuah taman di Surga (karenanya)” (HR. At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani).

18. Bakti kepada kedua orang tua. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Sungguh rugi! Sungguh rugi! Sungguh rugi!”. Ditanyakan kepada beliau: Siapakah dia ya Rasulallah? Beliau menjawab: “Seseorang yang masih mendapati ibu bapaknya dimasa tua, baik kedua-duanya ataupun salah satunya, lalu ia tidak masuk Surga (karenanya)” (HR. Muslim).

19. Menanggung dan menyantuni anak yatim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Aku dan penanggung/penyantun anak yatim, nanti di Surga seperti ini. Beliau menunjuk dengan dua jari mulia beliau, jari telunjuk dan jari tengah” (HR. Al-Bukhari).

20. Shalat jenazah dan menyertainya sampai pemakaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang menghadiri penyelenggaraan jenazah sampai dishalatkan, maka ia akan memperoleh pahala satu qirath. Dan barangsiapa yang menghadirinya sampai dimakamkan, maka ia akan mendapat pahala dua qirath. Ditanyakan: Apa maksud dua qirath itu? Beliau menjawab: “Seukuran dua gunung besar” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Oleh:Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA
Suatu hari Rasulullah Muhammad SAW sedang tawaf di Kakbah, baginda mendengar seseorang di hadapannya bertawaf sambil berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!”

Rasulullah SAW meniru zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!”

Orang itu berhenti di satu sudut Kakbah dan menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah yang berada di belakangnya menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!”

Orang itu berasa dirinya di perolok-olokkan, lalu menoleh ke belakang dan dilihatnya seorang lelaki yang sangat tampan dan gagah yang belum pernah di lihatnya.

Orang itu berkata, “Wahai orang tampan, apakah engkau sengaja mengejek-ngejekku, karena aku ini orang badui? Kalaulah bukan karena ketampanan dan kegagahanmu akan kulaporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”

Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah SAW tersenyum lalu berkata: “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”

“Belum,” jawab orang itu.

“Jadi bagaimana kamu beriman kepadanya?” tanya Rasulullah SAW.

“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya walaupun saya belum pernah bertemu dengannya,” jawab orang Arab badui itu.

Rasulullah SAW pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab, ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat.”

Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya lalu berkata, “Tuan ini Nabi Muhammad?” “Ya,” jawab Nabi SAW.

Dengan segera orang itu tunduk dan mencium kedua kaki Rasulullah SAW.

Melihat hal itu Rasulullah SAW menarik tubuh orang Arab badui itu seraya berkata, “Wahai orang Arab, janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang hamba sahaya kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutus aku bukan untuk menjadi seorang yang takabur, yang minta dihormati atau diagungkan, tetapi demi membawa berita gembira bagi orang yang beriman dan membawa berita menakutkan bagi yang mengingkarinya.”

Ketika itulah turun Malaikat Jibril untuk membawa berita dari langit, lalu berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Katakan kepada orang Arab itu, agar tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di Hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar.”

Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Orang Arab itu pula berkata, “Demi keagungan serta kemuliaan Allah, jika Allah akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan denganNya.”

Orang Arab badui berkata lagi, “Jika Allah akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran magfirahNya. Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa luasnya pengampunanNya. Jika Dia memperhitungkan kebakhilan hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa dermawanNya.”

Mendengar ucapan orang Arab badui itu, maka Rasulullah SAW pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badui itu sehingga air mata meleleh membasahi janggutnya.

Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Berhentilah engkau daripada menangis, sesungguhnya karena tangisanmu, penjaga Arasy lupa bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga ia bergoncang. Sekarang katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan menghitung kemaksiatannya. Allah sudah mengampunkan semua kesalahannya dan akan menjadi temanmu di syurga nanti.”

Betapa sukanya orang Arab badui itu, apabila mendengar berita itu dan menangis karena tidak berdaya menahan rasa terharu.
readmore »»  

Antara Adzab Dunia dan Adzab Akherat


Antara Adzab Dunia dan Adzab Akherat
• Adanya kaidah dan prinsip balasan atau pembalasan atas setiap amal baik dan buruk, merupakan sebuah aksiomatika baku, yang banyak sekali ditegaskan di dalam Al-Qur’an, As-sunnah dan ijma’ para ulama.

Pembalasan amal buruk berupa adzab, berlaku di akhirat dan di dunia, sebagaimana juga balasan amal baik. Namun yang pokok, inti dan hakiki adalah yang di akhirat, sedangkan pembalasan amal buruk berupa adzab di dunia hanyalah sekadar “mukadimah” dan sebagian kecilnya saja, sebesar dan sedahsyat apapun bentuknya dalam penilaian dan pandangan kita.

“(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong” dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan karena kejahatannya itu, dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu akan (dibalas) masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun” (QS. An-Nisaa’: 123-124).

“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh, maka (pahala dan balasannya) untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosa dan adzabnya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu Menganiaya hamba-hamba-Nya.” (QS. Fushshilat: 46).

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, maka itu adalah untuk (kepentingan) dirinya sendiri, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, maka (akibatnya) itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhan-mulah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-Jaatsiyah: 15).

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah-pun, niscaya ia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah-pun, niscaya ia akan melihat (balasan)-nya pula.” (Az-Zalzalah: 7-8).

“Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah akan disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali ‘Imraan: 185).

• Adzab di akhirat sebagai akibat dari dosa adalah sebuah kepastian dan keniscayaan sesuai kadar dosa, kecuali jika Allah, dengan hikmah dan rahmah-Nya, berkehendak mengampuni si pelaku. Adapun adzab di dunia maka sifatnya sangat relatif dari aspek terjadinya dan juga kadarnya. Sehingga diantara para pendosa, ada yang disegerakan adzab atas dosa-dosanya di dunia, dan ada pula yang justru tidak diadzab di dunia, atau hanya diadzab ringan saja yang tidak sepadan dengan amal-amal buruknya. Sementara ancaman adzab hakiki (yang sebenarnya) baginya, masih Allah simpan untuk nanti ditimpakan semuanya atasnya di akhirat. Oleh karenanya, janganlah orang yang selamat dari bencana adzab di dunia, merasa aman dan mengklaim diri lebih baik daripada orang yang terkena bencana adzab, baik akibat dosa sendiri maupun akibat dosa orang lain.

وسَلَّم: “إِذا أَرادَ اللهُ بِعَبْدِهِ خَيْرًا، عَجَّلَ لَهُ العُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذا أَرادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ، أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ، حَتَّى يُوافِيَ بِهِ يَوْمَ القِيامَةِ”. (رواه الترمذي، وقال: حديث حسن).

Dari Anas, berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba-Nya, maka justru Dia menyegerakan baginya hukuman/sanksi (adzab atas dosanya) di dunia ini. Dan jika Allah menginginkan keburukan bagi seorang hamba-Nya, maka Dia akan menahan dosanya (dengan tidak diadzab di dunia), sampai Dia nanti akan menyempurnakan (adzab hukuman keseluruhannya) pada hari Kiamat” (HR. At-Tirmidzi, dan beliau berkata: Ini hadits hasan).

• Adzab akhirat bersifat murni buruk, madharat, tanda rugi dan celaka, serta merupakan bukti laknat dan murka Allah terhadap si pelaku. Sedangkan adzab dunia belum tentu buruk, atau madharat, atau sebagai tanda rugi dan celaka, serta juga belum tentu sebagai bentuk laknat dan murka Allah, melainkan bisa jadi sebalik dari semua itu. Karena memang banyak tersimpan hikmah baik dan positif di balik adzab-adzab dunia.

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan (dosa) tangan manusi, supaya Allah membuat mereka merasakan sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41).

“مَنْ يُـرِدِ اللهُ بِهِ خَـيْرًا يُصِبْ مِنْهُ” (رواه البخاري و أحمد)

“Barangsiapa yang Allah kehendaki untuknya kebaikan maka Allah justru akan memberikan musibah kepadanya” (HR Al-Bukhari dan Ahmad).

“إِذَا أَحَبَّ اللهُ قَـوْمًا ابْتَلاَهُـمْ” (رواه الترمذي و أحمد و البيهقي)

”Apabila Allah mencintai suatu kaum maka Allah akan memberikan ujian dan cobaan kepada mereka” (HR At-Turmudzi, Ahmad dan Al-Baihaqi).

• Kaidahnya bahwa, seluruh adzab dan bencana keburukan serta kerusakan yang terjadi di dunia, adalah akibat dari ulah kotor dan prilaku dosa tangan-tangan manusia, hanya saja kita tidak selalu tahu, tangan kotor manusia yang mana itu. Sebagaimana perlu diingat bahwa, segala bencana adzab, seburuk dan sedahsyat apapun, hanyalah sebagian kecil saja dari akibat dan pembalasan buruk yang seharusnya. Karena sebagian besarnya justru Allah ampunkan, atau masih Allah simpan untuk adzab akhirat kelak, kecuali jika ada tobat yang diterima atau dapat karunia ampunan. Karena andai pembalasan adzab itu ditimpakan persis sesuai dengan kadar dosa yang telah diperbuat, niscaya akan sirna dan musnahlah semuanya tanpa sisa!

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, padahal Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy-Syuuraa: 30).

“Dan seandainya Allah (berkehendak) menghukum manusia (sepadan) dengan kedzaliman mereka, niscaya tidak akan disisakan-Nya di muka bumi ini satupun makhluk melata. Tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya. (QS. An-Nahl: 61).

“Dan sekiranya Allah (berkehendak) menghukum manusia (setara) dengan (dosa) yang mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan di atas permukaan bumi ini satupun mahluk melata. Akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu. Maka apabila datang ajal (ketentuan) mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya” (QS. Faathir: 45).

• Di akhirat, kaidahnya: setiap orang akan diadzab, dengan kehendak Allah, sesuai dosa-dosanya sendiri, dan tidak seorangpun terkena adzab akibat dosa orang lain, siapapun dia. Adapun di dunia, maka adzab yang turun akibat suatu dosa, bisa jadi tidak hanya menimpa pelakunya saja, melainkan juga mengenai orang lain, sebagai imbas dan konsekuensi sunnatullah. Bahkan mungkin saja akibat buruk di dunia, berupa adzab dan bencana, dari suatu dosa, justru tidak menimpa pelakunya, melainkan mengenai orang dan pihak lain. Tentu saja terdapat banyak hikmah di baliknya, seperti telah disebutkan.

“(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul (menanggung akibat) dosa orang lain; Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh (balasan) selain apa yang telah diusahakannya (sendiri)” (QS. An-Najm: 38-39).

Katakanlah: “Apakah Aku akan mencari tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.” (QS. Al-An’aam: 164).

“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng’adzab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al-Israa’: 15).

(Lihat juga: QS. Faathir: 18; QS. Az-Zumar: 7).

“Dan peliharalah dirimu (waspadalah) dari adzab (pembalasan sebagai hukuman) yang (jika terjadi) tidak hanya khusus menimpa orang-orang yang dzalim (yang berdosa) saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfaal: 25).

عَنْ نَافِعِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “يَغْزُو جَيْشٌ الْكَعْبَةَ فَإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنْ الْأَرْضِ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ”، قَالَتْ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ وَفِيهِمْ أَسْوَاقُهُمْ وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ؟ قَالَ: “يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَى نِيَّاتِهِمْ” (رواه البخاري والترمذي وابن ماجة وأحمد).

Dari Nafi’ bin Jubair bin Muth’im berkata, telah menceritakan kepada saya ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ada sepasukan tentara yang menyerang Ka’bah, ketika mereka sampai di sebuah tanah lapang, mereka ditenggelamkan seluruhnya mulai yang pertama hingga yang terakhir”. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata; Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka ditenggelamkan seluruhnya mulai yang pertama hingga yang terakhir, sedangkan didalamnya ada rakyat jelata dan yang bukan dari golongan mereka (yang tidak punya maksud sama)?” Beliau menjawab: “Mereka akan ditenggelamkan seluruhnya mulai yang pertama hingga yang terakhir, kemudian mereka akan dibangkitkan pada hari qiyamat sesuai dengan niat mereka masing-masing”. (HR. Al-Bukhari, At-Tirmidzi< Ibnu Majah dan Ahmad).

عَنْ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُنَّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا فَزِعًا يَقُولُ: “لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدْ اقْتَرَبَ فُتِحَ الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذِهِ”، وَحَلَّقَ بِإِصْبَعِهِ الْإِبْهَامِ وَالَّتِي تَلِيهَا قَالَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ جَحْشٍ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ: “نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ” (متفق عليه).

Dari Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang kepadanya dalam kondisi ketakutan sambil berkata: “Laa ilaaha illallah, celakalah bagi bangsa Arab karena keburukan yang telah dekat. Hari ini telah dibuka benteng Ya’juj dan Ma’juj seperti ini”. Beliau memberi isyarat dengan mendekatkan telunjuknya dengan jari sebelahnya. Zainab binti Jahsy berkata, Aku bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah kita akan binasa sedangkan di tengah-tengah kita masih ada orang-orang yang shalih?”. Beliau menjawab: “Ya benar jika kebusukan (kejahatan) telah merajalela”. (HR. Muttafaq ‘alaih).

“Para utusan (malaikat) itu berkata: “Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa adzab yang menimpa mereka Karena sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?”. (QS. Huud: 81).

• Diantara hikmah di balik adzab dunia, baik akibat dosa sendiri, maupun sebagai imbas dosa orang lain, misalnya: sebagai ujian keimanan dan kesabaran, sebagai pelejit iman dan peningkat derajat, sebagai penghapus dosa, sebagai sarana penghimpun pahala, sebagai sarana pendorong muhasabah, evaluasi dan introspeksi diri, sebagai faktor dan sarana penyadar bagi pelaku untuk tobat, istighfar dan ingat Allah, sebagai peringatan dan pelajaran bagi yang lain, sebagai faktor penanam dan penguat rasa khauf (takut) kepada Allah, sebagai pengingat dan penyadar atas adanya tanggung jawab sosial bagi semua, dan lain-lain.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللَّهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ” (رواه الترمذي وقَالَ : هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ).

Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ujian akan senantiasa menimpa orang mukmin laki-laki dan perempuan, pada diri, anak dan hartanya hingga ia bertemu Allah nanti, dengan tanpa membawa satu kesalahanpun (karena sudah terhapus oleh uian-ujian yang dialaminya.” (HR. At-Tirmidzi, dan beliau berkata: Hadits ini hasan shahih).

سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنْ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا” (رواه البخاري وأحمد).

(‘Amir berkata), aku mendengar An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perumpamaan orang yang menegakkan hukum Allah dan orang yang jatuh (dalam pelanggaran) terhadapnya seperti sekelompok orang yang bertaruh (dalam berbagi tempat) di sebuah kapal (yang mereka tumpangi), maka sebagian dari mereka ada yang mendapat tempat di atas dan sebagian lagi di bagian bawah kapal itu. Orang yang berada di bagian bawah bila ingin mengambil air, merekapun harus melewati orang-orang yang berada di bagian atas. Lalu mereka berkata (diantara mereka): “Seandainya saja kita membuat satu lubang di bagian kita (dari kapal ini) saja kapal ini, sehingga kita tidak perlu mengganggu orang yang berada di atas kita”. Bila orang yang berada di atas membiarkan saja apa yang diinginkan orang-orang yang di bawah itu maka mereka akan binasa semuanya. Namun bila mereka mau mencegah orang-orang itu, maka merekapun selamat dan selamatlah semuanya”. (HR. Al-Bukhari dan Ahmad).

readmore »»